OPERASI PERTAMAKU dan INSYAALLAH YANG TERAKHIR
5 Februari 2013
Malam ini selepas magrib, aku berangkat ke rumah sakit bersama ibunda
tercintaku. Angin malam yg menerpa tubuhku membuatku merasa kedinginan, jaket
yg kupakai pun tak bisa melindungiku dari dingin ini. Bukan karena udara malam,
melainkan karena rasa was2 yg mengganjal di hatiku. Aku tau apa penyebabnya.
Besok dada kiri ku akan dibedah. Aku tak mau membayangkan apa rasanya ketika
badanku di robek seperti ayam potong. Mereka bilang, tidak akan sakit, karena
aku akan dibius. Aku tau, tapi apa mereka mengerti suasana hatiku saat ini?
Bagaimana kalau tiba2 dokter yang membedah ku khilaf lalu mengenai sebuah benda
vital yang berada di dalam dada kiriku itu? (۳
˚_˚)۳". Apa
mereka akan bertanggung jawab terhadapnya? Jantung ku!
Sudah sampai rumah sakit ternyata. Oh tidak!!! Apakah aku bakal langsung
di eksekusi saat ini juga? Ok, aku di bawa masuk ke dalam sebuah bangsal,
disini banyak sekali tempat tidurnya, berhubung Bunda tak punya cukup uang untuk
membayar biaya rawat inap untuk kamar yang agak lebih nyaman, jadi aku pun tak
apa berada disini, asal kulihat Bunda tak sedih dan cemas karena aku sakit, ini
semua sudah cukup, karena yang terpenting adalah aku bisa segera sembuh.
Semua orang di ruangan ini memandangiku dengan tatapan keheranan,
bagaimana bisa anak yang kelihatannya sehat wal’afiat begini malah sakit, sakit
apa? Kenapa bisa jalan sendiri? Bawa bantal guling, boneka sendiri? Ini sakit
atau hanya mau pindah tidur? Memangnya ini hotel? Yaa.. mungkin itulah
kira-kira pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak mereka.
Setelah suster membereskan kasurku, aku lalu duduk di atasnya.. Mmm..
kayak duduk di atas kasur rasanya. Ya itu memang kasur neng, kata siapa pasir?
Emangnya pantai? -_-
Aku sadar orang-orang di sekelilingku masih memperhatikanku, atau
memperhatikan boneka yang ku dekap? Entahlah, aku hanya melihat Bunda yang
sibuk membereskan barang-barang yang kami bawa dari rumah untuk diletakkan di
bufet samping tempat tidurku untuk persiapan menginap di rumah sakit ini selama
beberapa hari. Setelah Bunda selesai membereskan barang-barang, barulah Bunda
memulai percakapan dengan manusia-manusia yang aku yakin tak sabar menunggu
kami bercerita tentang sakitku. Aku hanya mendengarkan saja sambil tiduran.
Sesekali tertawa kecil jika mereka sedang menyebut namaku. Aku hanya menatap kosong ke arah
langit-langit. Ah.. Benar-benar malam yang mendebarkan, menunggu detik-detik
operasi esok paginya. Aku pasti takkan bisa tidur malam ini. Tolonglah aku,
siapa saja, culik aku. Ya, itu harapanku. Beberapa lama kemudian, aku pun terlelap
bersama lamunanku.
Aku bangun pagi sekali. Aku langsung menuju kamar mandi, menggosok gigi lalu
mengambil air wudhu. Segar sekali rasanya, tapi aku ingin berlama-lama di sini,
aku ingin segera mengadap yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah
memberiku kehidupan ini, aku mohon Yaa Allah lancarkan lah operasiku hari ini…
Mataharipun mulai beranjak naik, entah kenapa jantungku tak mau tenang,
tangan kakiku berkeringat, badanku keringat dingin dan semakin membeku ketika
suster membawa kursi roda untukku. Waktu itu teman kampusku, Rully Wirlandi
yang menemaniku, ia bersama mama nya, mendorong kursi roda ku sampai ke gedung
operasi. Ohh.. keringatku bercucuran, tapi aku coba tenang dan berusaha untuk
terus beristighfar, semoga lancar. J
Aku berbaring di ruang tunggu, menunggu giliranku untuk di operasi. Bolehkah
aku kabur? Rasanya ingin kucabut infusku lalu lari dari sini, beli es degan,
makan pecel lontong kesukaanku di pojokan rumah sakit ini, lalu balik lagi ke
sini, setidaknya aku sudah puas merasakan lezatnya makanan favoritku jika
sesuatu yang buruk terjadi padaku. Aduuuh.. pikiranku jelek sekali.
Berulang-ulang aku pukul kepala ku agar tidak memikirkan hal aneh-aneh. Ternyata
sedari tadi kakek-kakek yang juga berbaring disampingku memandang ke arah ku,
sepertinya ia tau aku sedang gelisah, tapi wajah kakek itu biasa saja, apa dia
sudah biasa masuk ruang operasi? Wah.. perutnya besar sekali! Kasihan yaa.. Aku
mengucap syukur berkali-kali, karena ternyata aku jauh lebih beruntung daripada
kakek itu. Terimakasih Yaa Allah..
Rully menunggu ku di sini,
mencoba menguatkanku, mukanya juga tegang sekali, malah lebih tegang daripada
aku. Haha.. Bunda dan Mama nya Rully menunggu di depan gedung operasi. Ku lihat
wajah Bunda dari tempat ku sini, rasanya aku ingin menangis. Bunda yang seorang
diri begitu kuat menghadapi cobaan-cobaan yang tak henti-hentinya menghampiri,
dan dengan keadaanku yang seperti ini pasti sangat membuatnya sedih. Sebulanan
ini, aku dan Bunda bolak-balik ke rumah sakit, dan entah berapa biaya yang
sudah di habiskan buat ku, apalagi setelah aku selesai operasi ini. Meski aku
tau bahwa aku takkan bisa membalas semua yang telah Bunda berikan dan
korbankan, namun aku berharap suatu saat aku bisa membahagiakan Bunda dan
membuatnya bangga. Semoga Allah mempermudah jalanku. Aamiin..
Suster menghampiriku, seketika itu lamunanku buyar. Ternyata giliranku.
Aku siap.. aku siap.. aku siiap untuk sembuh, bismillahirrohmanirrohim..
Wow.. ini pertama kalinya aku masuk ruang operasi, pakai baju operasi, naik
ke meja operasi yang tak empuk ini dan melihat orang-orang berpakaian serba
hijau, sarung tangan, tutup kepala, dan masker, pastilah ini orang-orang yang
ingin mengeksekusiku. Mereka memakaikan pernak pernik khas orang yang mau di
operasi kepadaku. Yaa Allah lindungilah hamba. Seandainya ada hal yang tak
diinginkan terjadi kepada hamba, jagalah Bunda, keluarga, dan sahabat-sahabat
hamba Yaa Allah, sayangilah mereka, berikanlah selalu mereka kebahagiaan,
berkahilah mereka selalu dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, jadikan kami
orang-orang yang selalu berada di jalanmu yang lurus.. Tiba-tiba aku merasa
tubuhku sangat ringan, melayang jauh, terbang bersama angan dan harapan-harapanku..
Komentar
Posting Komentar