Kisah Seorang Nenek dan Kedua Belas Anaknya
15 Desember 2013
Aku sedang
sibuk mem-force otakku untuk
memikirkan rencana masa depanku 1,5 thn kemudian, dan setelahnya.
Minggu pagi
ini aku pulang ke Metro, ketika saudara tekasihku, Ita masih terlelap tidur,
dan Sisil, teman kost ku sibuk dengan cuciannya yang membludak.
Aku
berangkat dalam keadaan hati yang gundah.
Aku sangat
takut akan masa depanku.
20 tahun.
Gak lama lagi umurku akan menginjak kepala 2, dan parahnya aku belum melakukan
suatu hal apapun yang menunjang karir ku, alih-alih memulainya, memikirkannya
saja bingung mau melakukan apa.
Hanya sibuk
bersenang-senang dengan hal-hal yang tak berarti.
Tiba-tiba
bayangan kedua orang tuaku terlintas dalam pikiranku
Apa yang
bisa kuperbuat untuk mreka?
Apakah aku
harus selalu mengadahkan tanganku, tanpa dapat memberi mereka apa-apa?
Kiky
bangun! 20 tahun bukanlah masa anak-anak lagi! Lakukanlah sesuatu!
Di dalam bis
ini, aku duduk sndrian, syukurlah tak ada gangguan untuk ku melamun dan
menampar-nampar wajahku sendiri.
Aku
memandangi langit mendung d balik jendela kaca.
Langit
abu-abu mengiringi perjalananku
Aku tak mau
keabu2an'pun mengiringi masa depanku!
Yaa Allah,
tolong bantu aku..
Hampir 2
jam melamun, tak sadar aku sudah sampai di tempat pemberhentian terakhir bis
yang ku naiki.
Setelah
berganti angkot dua kali, tujuan Punggur. Aku duduk di depan seorang nenek tua
yang kelihatan sangat rapuh, keriput, lusuh, dan sendirian.
Dia
menceritakan segala kisah hidupnya kepada ibu-ibu paruh baya yang ada di sebelahnya.
Nenek itu
ternyata janda, suaminya meninggal ketika ia berumur 36 tahun, dan saat ini ku
taksir umurnya sekitar 70 tahun. Anaknya berjumlah 12 orang. Semuanya sudah
tamat sekolah dan saat ini tinggal jauh dari nya. Nenek itu bercerita bagaimana
sulitnya ia berjuang seorang diri untuk menyekolahkan kedua belas anaknya
hingga lulus sekolah. Kini anak-anaknya sudah menjadi pegawai dan mempunyai
pekerjaan tetap dan sudah berkeluarga. Ia tak pernah minta apapun dari
anak-anaknya, ia hanya selalu mendoakan agar semua anak-anaknya bisa sukses dan
membuatnya bangga, supaya jerih payah nenek itu tak sia-sia untuk mendidik
anak-anaknya meski tanpa seorang ayah.
Aku menatap
nanar pada diriku sendiri. Tenggorokanku tercekat, tak sanggup berucap, namun
suara hatiku berteriak, aku tak inin menjadi orang yang paling menyesal di
dunia! Pikiranku berkelana jauh mencari tujuan hidupku. Tujuan utamaku.
Apa? Membahagiakan Bunda dan Ayahku.
Komentar
Posting Komentar