Angin malam di musim kemarau bulan September

Bandar Lampung 22 September 2014

Tatapan sayu tertuju pada layar monitor di depannya.

Angin malam yang dingin di musim kemarau perlahan mengusap-usap kulit beningnya.

Lantunan lagu September band Bintang Hatiku sayup-sayup terdengar dari earphone yang terpasang di telinganya.

Kesunyian membuat segalanya tertangkap pendengaran, dari mulai jangkrik yang bernyanyi hingga desah napasnya yang berat, juga kegalauan serta kegundahan hati.

Rekaman kenangan-kenangan indah pada saat-saat terakhir bersama ”bintang hatinya” kembali terputar tanpa disengaja.

Kegelapan memang telah menyembunyikan air mata yang jatuh di pipi, namun isakan-isakan kecil itu tak mampu disembunyikan, terbang bersama dinginnya angin malam di bulan September.

Septermber kenangan.. Sebut saja begitu.

Lagi-lagi bayangan akan “bintang hatinya” selalu muncul meski tak pernah diundang. Apakah dia yang disana sedang sangat merindukan dia yang disini?

Aku hanya mengamati dari sini. Apa yang mampu kulakukan?

Tak ada kata-kata yang terucap, kami saling menatap, tatapan menguatkan, seraya bibir ingin mengatakan “sabar yaa sahabatku..” tapi mata yang menyampaikan.

Senyum simpul penuh paksaan ia berikan padaku.

Duduk di depan pintu kamar kost nomor 19 kami hanya membisu.

Di lantai dua, lampu-lampu kecil di bawah sana terlihat sangat indah dan cantik tanpa terhalang apapun termasuk pohon kelengkeng lebat yang biasanya eksis di depan kamar kami, karena Pak Kost ku yang angker dan menyeramkan itu sudah menebangnya. Dan diam-diam aku bersyukur karena itu.

Aku memperhatikan sahabatku lagi. Ia termenung menatap langit hitam nan pekat diatas sana, berharap ada satu bintang yang paling terang sedang menatapnya penuh kerinduan dan suka cita.

Hmm... Sekali lagi “sabar yaa sahabatku, semoga akan ada lagi bintang hati terindah segera kembali datang menghampiri..”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Backstubbing? Senyumin aja :)

Demo Ahok, Permainan Politik!

Ekspedisi Ghost Busters di RS. Kartika